Waktu
adalah emas.
Bagi
orang yang hanya memiliki oreintasi hidup keduniaan, prinsip itu memang
benar. Sebab, tolok ukur kenikmatan dan kebahagiaan hidup terkait dengan
segala sesuatu kenikmatan harta benda. Tapi mereka yang berorientasi pada
kehidupan akhirat, memiliki prinsip lain, yakni, waktu adalah kehidupan.
Itulah kerangka logika seorang mukmin.
Kehidupan
adalah waktu yang terbentang antara kelahiran dan kematian. Dan
jenak-jenak waktu lebih mahal dari harta apapun di dunia. Emas bisa hilang
dan habis. Tapi ia bisa diperoleh kembali. Bahkan mungkin bisa berlipat
ganda dari yang telah hilang. Sementara waktu yang hilang dan masa yang
telah lewat tak mungkin bisa kembali lagi.
Alur
logikanya, keberhasilan seseorang tidak hanya bertumpu pada rencana matang
dan prasarana yang mendukung, tapi sangat tergantung pada peluang atau
kesempatan yang ada. Kesempatan itulah nama lain dari waktu. Orang yang
bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan. Jadi jelas, waktu lebih berharga
dari emas, bahkan lebih berharga dari permata dan kekayaan apapun. Karena
itulah, prinsipnya, waktu adalah kehidupan itu sendiri.
Karena
itu juga, Al-Qur`an menyebutkan manusia yang paling rugi dan yang terancam
mendapat kegagalan adalah orang-orang yang lalai dan terlena. “Dan
sesungguhnya Kami jadikan (untuk isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah) . Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Merka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf : 179)
Di
antara do’a yang sering diucapkan oleh Abu Bakar Shiddiq adalah, “ Ya
Allah jangan biarkan kami dalam kesengsaraan, jangan siksa kami secara
tiba-tiba dan jangan jadikan kami termasuk orang-orang yang lalai.”
Dalam sebuah hadits disebutkan disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti
kaki hamba tidak akan bergeser dari tempatnya sebelum ia ditanya oleh
Allah tentang umurnya, dalam hal apa ia habiskan? Tentang hartanya, dari
mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan?
Di
antara gambaran mengagumkan tentang nilai waktu yang dilukiskan Rasulullah
adalah sabdanya: “Tak satu haripun yang fajar terbit pada hari itu,
kecuali hari itu berseru: ” Wahai manusia, saya adalah makhluk baru yang
akan menyaksikan amal-amalmu. Karena itu berbekallah dariku, sebab aku
tidak akan kembali olagi padamu sampai hari kiamat.”
Dengan
demikian, tiada sesuatu di dunia ini yang lebih berharga dari waktu. Islam
mengajarkan setiap waktu memiliki barokah dan manfaat berbeda-beda. Ada
satu waktu yang lebih bernilai di sisi Allah daripada waktu-waktu lainnnya.
Ada satu hari yang lebih utama di sisi Allah dari hari-hari lainnya. Dan
Ada satu bulan yang lebih mulia di sisi Allah dibanding dengan bulan-bulan
lainnya. Waktu-waktu utama itu diberikan Allah agar manusia bisa
menggunakannya untuk mengusir kabut kelalaian, kembali pada kesadaran dan
keridhaan Allah. Sebab, terkadang satu kebaikan dilipatgandakan bila
dilakukan pada waktu yang diberkahi itu. Melalui itulah derajat seorang
hamba akan naik.
Banyak
ayat-ayat al-Qur`an yang memberi isyarat pada hari, pekan, serta bulan
yang diberkahi itu.
Misalnya
firman Allah : “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
(Al A’raf : 1,2)
Setiap
hari terbentang waktu pagi, sore dan waktu sahur uyang dapat digunakan
sebagai peningkatan ruhani agar lebih dekat kepada Allah. Kita memiliki
musim-musim ketaatan, hari hari ibadah, dan malam malam yang dapat
digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah seperti dijelaskan dalam Al-Qur`an
dan hadits. Usahakan lah kita termasuk orang orang yang dzikir dalam
waktu-waktu itu, bukan termasuk orang-orang yang lalai. Ingatlah, satu
hembusan nafas, lebih berharga dari emas.
Manusia
selalu berada dalam dua kewaspadaan. Masa lalu yang tak diketahui apa yang
akan dilakukan Allah terhadapnya nanti, dan masa depan yang tersisa, di
mana tak seorangpun mengerti apa yang ditaqdirkan Allah padanya. Karenanya,
satu hembusan nafas, lebih berharga dari emas. (na)
Dari
Eramuslim.com ( kiriman Jawara
Curug Sangiang )
|