Jaringan
Komputer : Model dan Analisis
Disusun
oleh : Jeffrey Tjahja Indra
CSMA/CD
merupakan teknik medium access control (MAC) yang paling banyak digunakan pada
topologi bus dan star dewasa ini. Versi orisinil baseband dari teknik ini
pertama kali dirancang dan dipatenkan oleh Xerox sebagai bagian dari Ethernet
LAN yang dikembangkannya.. Sedangkan versi broadband -nya dirancang dan
dipatenkan oleh MITRE sebagai bagian dari MITREnet LAN yang dikembangkannya.
Semua pengembangan ini menjadi dasar bagi standar IEEE 802.3 untuk CSMA/CD.
Sebelum melihat lebih detail mengenai CSMA/CD ada baiknya kita melihat terlebih
dahulu beberapa teknik sebelumnya sebagai dasar pengembangan CSMA/CD.
Teknik
pendahulu
CSMA/CD
dan beberapa teknik pendahulunya dapat dikategorikan sebagai teknik random
access. Random access disini dalam arti bahwa: tidak terdapat prediksi atau
rencana (schedule) bahwa suatu station akan melakukan transmit data, dengan kata
lain transmisi data dari suatu station dilakukan secara acak (tidak terduga).
Versi
paling awal dari teknik ini, disebut sebagai ALOHA, dikembangkan untuk jaringan
paket radio. Bagaimanapun juga, teknik ini dapat dipakai juga pada setiap media
transmisi yang dipakai bersama. ALOHA, atau pure ALOHA, sebagaimana sering
disebut, merupakan teknik yang benar-benar bebas (a true free for all). Kapan
saja sebuah station akan melakukan transmit, maka ia akan langsung melakukannya.
Station tersebut kemudian menunggu sebanyak waktu propagasi round-trip maksimum
di dalam network (dua kali waktu untuk mengirim sebuah frame antara dua station
yang terpisah paling jauh) ditambah penambahan sedikit waktu tertentu yang tetap.
Jika station tersebut menerima acknowledgement selama waktu tersebut, maka
transmit data sukses. Jika tidak, maka ia akan mengulang transmit data. Jika
station tersebut tetap gagal menerima acknowledgement setelah beberapa kali
pengulangan transmit, maka ia akan menyerah. Station penerima akan menentukan
kebenaran frame yang datang melalui pemeriksaan field frame-check-sequence (FCS).
Jika hasil pemeriksaan benar, maka ia akan segera mengirimkan acknowledgement.
Suatu frame bisa saja cacat yang disebabkan adanya noise atau pada saat yang
bersamaan station lain juga melakukan transmit data. Untuk sebab kedua, kedua
frame akan saling merusak di penerima, hal ini disebut collision (tubrukan).
Jika station penerima mengetahui bahwa sebuah frame telah cacat, maka ia kan
membuangnya.
ALOHA
dibuat semudah mungkin, sehingga banyak kelemahan yang ditimbulkan sebagai
akibatnya. Karena jumlah tubrukan meningkat tajam seiring meningkatnya traffic,
maka utilisasi maksimum dari sebuah channel hanya sekitar 18 persen.
Untuk
meningkatkan efisiensi, dikembangkanlah slotted ALOHA. Pada teknik ini,
waktu di dalam channel di organisasikan dalam slot-slot yang seragam,
dimana panjang slot sama dengan waktu transmisi frame. Beberapa central
clock diperlukan untuk melakukan sinkronisasi semua station. Dengan cara
ini, transmisi data diijinkan jika dilakukan pada batas-batas slot. Hal
ini meningkatkan utilisasi channel menjadi sekitar 37 persen.
Observasi
lebih lanjut adalah dengan dikembangkannya teknik carrier sense multiple
access (CSMA). Dengan CSMA, sebuah station yang ingin melakukan transmit
data, memeriksa media transmisi untuk menentukan apakah sedang terjadi
suatu transmisi data lain (carrier sense). Jika media transmisi sedang
digunakan, station tersebut harus menunggu. Jika media sedang idle, maka
ia akan melakukan transmit data. Dapat saja terjadi dua atau lebih station
akan melakukan transmit data secara bersamaan pada waktu yang sama. Jika
hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan terjadinya tubrukan, sehingga
data akan rusak dan tidak dapat diterima dengan sempurna. Untuk mengatasi
hal ini, sebuah station setelah melakukan transmit akan menunggu selama
waktu tertentu untuk menerima acknowledgement. Waktu tertentu ini adalah
waktu propagasi round-trip maksimum ditambah fakta bahwa station penerima
harus menunggu waktu channel idle untuk mengirimkan acknowledgement. Jika
station pengirim tidak menerima acknowledgement, maka ia berpikir bahwa
telah terjadi tubrukan, dan akan melakukan transmisi data kembali
(retransmit).
Kita
dapat melihat bahwa strategi ini cukup efektif untuk jaringan-jaringan
dimana waktu transmisi frame rata-rata jauh lebih panjang daripada waktu
propagasi. Tubrukan dapat terjadi hanya ketika lebih dari satu station
melakukan transmit di dalam waktu yang pendek (periode dari delay
propagasi). Jika sebuah station mulai transmit sebuah frame dan tidak
terjadi tubrukan selama pengiriman sampai station terjauh, maka tidak akan
terjadi sebuah tubrukan-pun terhadap frame ini karena semua station
waspada terhadap transmisi ini.
Utilisasi
maksimum yang dapat dicapai dengan menggunakan teknik CSMA jauh melampaui
ALOHA, ataupun slotted ALOHA. Utilisasi maksimum tergantung pada panjang
frame dan waktu propagasi, semakin panjang frame dan semakin pendek waktu
propagasi, semakin tinggi tingkat utilisasinya.
CSMA/CD
CSMA,
meskipun lebih efisien dibandingkan ALOHA, atau slotted ALOHA, tetap saja
memiliki satu kelemahan. Ketika dua frame tubrukan, media transmisi tetap
tak dapat terpakai selama waktu transmisi dari kedua frame yang rusak
tersebut. Untuk frame-frame yang panjang, dibandingkan waktu propagasi,
jumlah kapasitas yang terbuang cukup besar. Kapasitas yang terbuang ini
dapat dikurangi jika sebuah station tetap mendengarkan (listen) media
transmisi selama pengiriman data. Hal inilah yang membawa beberapa aturan
baru dalam CSMA/CD, sebagai berikut:
-
Jika
media transmisi dalam keadaan idle, lakukan transmit, jika tidak lakukan
step 2.
-
Jika
media transmisi sibuk, tetap mendengarkan sampai media idle, kemudian segera
transmit.
-
Jika
tubrukan terdeteksi selama transmisi data, transmit sebuah sinyal jamming
singkat untuk meyakinkan bahwa semua station mengetahui bahwa telah terjadi
tubrukan, dan menghentikan transmisi.
-
Setelah
melakukan transmit sinyal jamming, tunggu selama beberapa waktu, kemudian
coba untuk melakukan transmit kembali (ulangi dari step 1).
Sebuah
aturan penting yang diterapkan pada sistem CSMA/CD, termasuk standar IEEE,
adalah bahwa frame harus cukup panjang untuk memungkinkan terjadinya
deteksi tubrukan sebelum berakhirnya transmisi data. Jika panjang frame
yang dipakai pendek, maka deteksi tubrukan tidak akan terjadi,
mengakibatkan unjuk kerja CSMA/CD sama dengan teknik CSMA sebelumnya.
Seperti
halnya CSMA, CSMA/CD menerapkan salah satu dari tiga algoritma
persistence. Yang paling banyak digunakan adalah 1-persistent. Hal ini
dipakai pada Ethernet dan MITREnet, dan merupakan standar IEEE 802.
Seperti sebelumnya diutarakan, masalah yang diakibatkan oleh penggunaan
teknik nonpersistent adalah pemborosan waktu idle. Meskipun lebih efisien,
teknik p-persistent juga mengakibatkan pemborosan yang banyak. Dengan
teknik 1-persistent, pemborosan dieliminasi dengan waktu tubrukan.
Meskipun
pengimplementasian CSMA/CD pada dasarnya sama untuk baseband dan
broadband, tetap ada perbedaan diantara keduanya. Pertama adalah pada
carrier sense, untuk baseband systems, hal ini dilakukan dengan mendeteksi
adanya voltage pulse train. Untuk broadband, RF carrier yang dideteksi.
Kedua,
collision detection juga berbeda untuk kedua sistem. Pada baseband, sebuah
tubrukan akan menghasilkan swing tegangan yang cukup tinggi, jika
dibandingkan dengan yang dapat dihasilkan oleh sebuah single transmitter.
Sesuai dengan hal tersebut, IEEE membuat standar bahwa transmitter akan
mendeteksi adanya tubrukan, jika terdapat sinyal di kabel pada tap-point
transmitter yang melebihi sinyal maksimum yang dapat dihasilkan oleh
transmitter itu sendiri. Karena sebuah sinyal akan menguat jika
dipropagasikan, maka akan menimbulkan masalah potensial, yaitu: Jika dua
station yang berjauhan, setiap station akan menerima sinyal dengan
kekuatan yang cukup besar, yang berasal dari station lawannya. Kekuatan
sinyal dapat menjadi begitu kecil, ketika sinyal tersebut ditambahkan
kepada sinyal yang ditransmisikan pada tap-point transmitter, dimana
kombinasi sinyal tersebut tidak akan melebihi CD threshold. Untuk alasan
inilah, IEEE membuat standar yang membatasi panjang kabel coaxial maksimum
500 meter untuk 10BASE5 dan 200 meter untuk 10BASE2.
Sebuah
mekanisme pendeteksian tubrukan yang lebih mudah dapat dilihat pada
pendekatan topologi star dengan menggunakan twisted pair. Pada kasus ini,
pendeteksian tubrukan berdasarkan pada pertimbangan logika, daripada
mengukur tegangan sinyal. Untuk setiap hub, jika terdapat sinyal pada
lebih dari satu input, diasumsikan terjadi tubrukan. Sebuah sinyal khusus
collision presence akan dibangkitkan. Sinyal ini dibangkitkan terus dan
dikirim keluar sepanjang terdapat sinyal pada setiap input portnya. Sinyal
ini akan diinterpretasikan oleh setiap hub sebagai terjadinya tubrukan.
Gambar 3 menunjukkan contoh-contoh pengoperasian star-wired system dengan
dan tanpa tubrukan. Pada contoh pertama, sebuah frame ditransmisikan dari
station A dipropagasikan ke HHUB dan pada akhirnya diterima oleh semua
station yang berada pada jaringan. Pada contoh kedua, sebuah tubrukan
dideteksi oleh IHUB A. Sebuah sinyal collision presence dipropagasikan ke
HHUB dan di-broadcast ke semua hub dan station. Contoh ketiga menunjukkan
akibat dari tubrukan tiga arah.
Terdapat
beberapa pendekatan untuk pendeteksian tubrukan pada sistem-sistem
broadband. Yang paling banyak dipakai adalah melakukan pembandingan bit
demi bit antara data yang ditransmisikan dan data yang diterima. Ketika
sebuah station melakukan transmit pada inbound channel, ia kemudian akan
menerima transmisi miliknya pada outbound channel setelah delay propagasi
dari awal hingga akhir.
Bibliografi
: Stallings, W. Data and Computer Communications. Prentice Hall
International, Inc., 1994.
|