Akan segera dilihat betapa revolusi komputer maupun
revolusi biomolekul
dipicu oleh prinsip-prinsip kuantum, yang
selanjutnya akan membawa
konsekuensi yang tidak pernah terbayangkan dalam
sejarah peradaban manusia sebelumnya.
MESIN hitung yang
pertama, bekerja secara
mekanis dan terdiri
dari berbagai komponen yang besar serta berat
seperti beberapa roda gigi,
rantai baja, dan lain-lain. Selama Perang Dunia II
ditemukan tabung
elektron yang menggantikan komponen mekanis dari
mesin hitung itu. Namun, bentuknya masih sangat besar karena
harus menggunakan ratusan
tabung elektron.
Perubahan mendasar terjadi sejak ditemukannya
transistor di tahun 1948
oleh suatu grup peneliti di Bell Laboratories.
Temuan ini membuka jalan
kearah realisasi komputer modern yang terus
berkembang sampai saat ini.
Temuan transistor disusul oleh penemuan sinar
laser 12 tahun kemudian. Keduanya memegang peranan penting dalam
revolusi komputer yang
terjadi beberapa tahun berikutnya.
Hanya sedikit para pengguna komputer maupun pengguna
sinar laser yang
sadar bahwa keduanya diinspirasikan oleh pemahaman
mengenai sifat-sifat
materi yang diturunkan dari persamaan-persamaan
teori kuantum.
Saat ini
manusia mampu memproduksi jutaan transistor pada
permukaan seluas kuku
jari manusia.
Perkembangan kemampuan komputer elektronik sangat cepat, bahkan melebihi
antisipasi kemampuan konsumen. Ini semua didukung
oleh sebuah teknik
produksi yang disebut teknik lapisan tipis (thin
film technology), di
mana dapat dibuat mikrostruktur sampai orde 10-9 m,
100.000 kali lebih
tipis dari sehelai rambut.
Teknologi
elektronik,
mengalami tahap
perkembangan menuju mikro-elektronik dan kemudian
elektronika terpadu
(integrated electronics).
Sementara itu kemajuan teknologi optik yang didorong
oleh temuan sinar
laser mengantar manusia ke jalan perkembangan yang
mirip dengan
perkembangan elektronik. Bahwa signal optis (cahaya)
dapat dipakai untuk
mentransmisikan informasi, telah diketahui manusia
sejak lama. Kegiatan
membaca adalah contoh paling sederhana dari hal tersebut.
Temuan serat
optik membuka ruang direalisasikannya sistem
komunikasi serat optik, yang
menggunakan laser diode sebagai sumber cahaya.
Pada awalnya manusia hanya menggunakan cahaya untuk
mentransmisikan informasi, sedangkan pengolahan signal informasi
dilakukan secara elektronis, setelah cahaya diubah menjadi signal
elektronis (arus listrik
ataupun tegangan listrik) oleh komponen opto-elektronis. Saat ini
pemrosesan signal informasi juga dapat dilakukan
secara optis. Berkas
laser adalah berkas mikro (kecil), maka
komponen-komponennya lebih efektif
diproduksi dalam ukuran mikro.
Inilah awal dari era mikro-optik, yang diteruskan
perkembangannya dalam
fase optika terpadu (integrated-optics). Analog
dengan chip-chip
elektronik telah diproduksi pula chip-chip optik.
Seluruh perkembangan
ini telah mengantar manusia dalam era teknologi
fotonik yang dibedakan
dengan elektronik karena partikel yang mengantar
informasi bukan lagi elektron, tetapi foton. Istilah ini jelas diturunkan
dari pemahaman teori kuantum.
Dalam milenium ketiga ini, bahkan kemungkinan sekali
masih di abad ke-21,
manusia akan mampu merealisasikan komputer optik,
yang akan sangat cepat,
berkapasitas sangat tinggi, bebas dari
induksi-induksi elektromagnetik
dan berbagai keunggulan-keunggulan lainnya.
Ditemukannya efek-efek optika
nonlinear serta material yang mampu
mengorganisasikan diri (self organized
material) akan membuka kemungkinan hadirnya
mesin-mesin yang dapat berpikir, bukan sekadar konsep robot yang digerakan
secara elektronik.
Revolusi biomolekul
Pada permulaan abad ke-20, para biolog dipengaruhi
oleh pandangan
Vitalismus yang berpendapat bahwa ada sebuah
kekuatan hidup (lebenskraft) yang penuh misteri yang "menghidupi"
makhluk hidup. Pendapat ini digugat oleh teoretikus
mekanika kuantum, Erwin
Schrodinger dalam bukunya, What is life? (Was ist Leben?).
Dalam buku ini, Schrodinger mengemukakan dugaan
bahwa informasi mengenai
kehidupan dapat diketahui dari kode-kode genetik
yang dikandung oleh
setiap sel. Sebuah tesa yang menggelitik Schrodinger
adalah apakah
misteri kehidupan dapat dipecahkan juga dengan
mekanika kuantum?
Dengan menggunakan Sinar-X (Sinar Rontgen) yang
menjadi alat bantu analisa struktur molekul, James Watson dan Francis
Crick membuktikan
dugaan Schrodinger. Dengan menganalisa pola difraksi
Sinar X oleh molekul
DNA ditemukan adanya struktur Heliks-ganda yang unik. Dengan bantuan
teori kuantum, dapat dihitung energi ikat serta
sudut yang dibentuk oleh
poros-poros atom penyusun molekul tersebut. Metode
ini dapat diterapkan
untuk struktur-struktur sel biologis yang sangat kompleks.
Kode-kode genetik yang unik dalam DNA dari setiap
makhluk hidup, mulai
dari makhluk bersel-tunggal seperti bakteri hingga
manusia dapat dibaca,
sebagaimana halnya membaca informasi dari sebuah buku. Kode genetik dari
manusia akan berhasil dipetakan seluruhnya pada
tahun 2005. Begitu pula
kode genetik dari makhluk-makhluk lainnya.
Dengan informasi ini, manusia siap memasuki era baru
yaitu "merekayasa" kehidupan sesuai tujuan manusia, sebab
dengan alat-alat
bantu teknologi seperti mikro-laser, bentuk
Heliks-ganda maupun posisi
atom-atom dalam struktur DNA dapat diubah.
Ini
berarti mengubah kode
genetik dan mengubah karakter makhluk hidup itu sendiri. Konsekuensi yang
positif maupun yang negatif dari kemampuan ini tentu
saja menanti di depan.
Jadi pengemudi
Ilmu pengetahuan modern telah mampu menjelaskan
hampir seluruh prinsip
dasar dari fenomena-fenomena alam. Hukum-hukum dasar
seperti teori kuantum
tentang materi, relasi ruang-waktu dari Einstein,
Big-Bang teori dari kosmologi, teori evolusi Darwin serta struktur
molekul kehidupan DNA telah ditemukan.
Tentu saja masih ada dua bidang lagi yang menuntut
kerja keras peneliti yaitu: fenomena dari "kesadaran" serta sebuah teori
terpadu tentang
interaksi medan, yaitu teori super-string.
Dengan
dua pengecualian ini
peran manusia sebagai pengamat alam semesta selesai.
Hampir tak ada obyek
lagi yang harus "diamati" untuk diketahui sifat-sifatnya.
Peran manusia di milenium baru akan bergeser menjadi
pengemudi alam. Mandat untuk menguasai alam akan dijalankan
secara lebih "utuh" di
milenium ketiga nanti. Sementara itu, jika selama
abad terakhir milenium kedua, cabang-cabang pengetahuan berkembang secara
terpisah-pisah (reduksionisme), maka dalam era baru ini model
tersebut akan diganti
dengan model sinergi antara tiga pilar revolusi baru (kuantum, bio-molekuler serta
komputer) yang secara sangat
singkat dan kasar
diuraikan di atas.
Hal ini berarti, pada milenium ketiga nanti, dan
sudah mulai dirasakan di
akhir abad ke-20 ini, seorang saintis yang
benar-benar aktif (dan bukan
sekadar menyandang predikat peneliti) mesti
mengetahui pola-pola sinergi
antara ketiga pilar sains tersebut. Ini tentu sebuah
syarat yang tidak ringan, apalagi jika kita memandang muramnya dunia
pendidikan dalam
konteks Indonesia sekarang ini.
Tentu saja yang dipaparkan di sini sangatlah terbatas, khususnya tentang
fisika kuantum serta perannya dalam perkembangan
teknologi serta berbagai
kemungkinan perkembangan ke depan dalam peradaban manusia. Tetapi uraian
terbatas ini kiranya mendorong perdebatan tentang
implikasi etis dari
segala kemungkinan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tidakkah kalah pentingnya bagaimana kebijaksanaan
pendidikan riset dan
teknologi di Indonesia dalam mengantisipasi berbagai
perkembangan baru
dalam bidang ilmu pengetahuan. Indonesia seyogianya
merumuskan bagaimana mengantisipasi, sehingga segala perkembangan dalam
ilmu pengetahuan
memberikan manfaat untuk memperkuat basis kehidupan.
Implikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat
akan mempengaruhi pula pola interaksi antarmanusia.
Bukan tidak mungkin
juga perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi akan
melahirkan ideologi baru. Sekadar perbandingan,
revolusi industri di abad
ke-18 melahirkan dua ideologi besar: kapitalisme dan sosialisme.
Pandangan filsuf Francis Bacon, knowledge is power,
dalam arti yang sesungguhnya, diperkirakan akan semakin terasa di
milenium ketiga nanti. Masihkah kita menyia-nyiakan waktu untuk
secara sadar maupun tidak,
memberi ruang pada berkembangnya irasionalitas di
sekitar kita.
|